Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Koperasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi Koperasi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Januari 2012

Koperasi menghadapi globalisasi

Koperasi adalah soko guru perekonomian bangsa, yang harus ditata kembali dengan baik dan benar, sehingga betul-betul menjadi ujung tombak bagi penciptaan kemakmuran rakyat. Koperasi jangan lagi dijadikan alat politik kekuasaan. Koperasi harus terbebas dari kepentingan kelompok atau golongan yang ingin mencari keuntungan sesaat.

Ada tiga hal perubahan yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan koperasi dalam menghadapi tantangan ekonomi global adalah :

1. Pembenahan aspek kelembagaan
Seperti diketahui, kelembagaan koperasi secara garis besar terdiri dari fungsi pengurus, fungsi pengawas, fungsi manajer, dan karyawan koperasi. Dalam praktiknya, koperasi tersebut tumpang tindih. Ada hal-hal yang tidak jelas dan terkait satu sama lain dalam pelaksanaan fungsi-fungsi itu. Akhirnya yang terjadi adalah penyalahgunaan wewenang salah satu pihak untuk memperkaya diri sendiri.

2. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sebagai badan usaha yang berbasis pada masyarakat golongan ekonomi lemah, masalah yang umum terjadi pada koperasi adalah keterbatasan dan kelemahan SDM. Tenaga pengelola hanya mengandalkan semangat “pengabdian”, bukan profesionalisme. Karena itu untuk peningkatan SDM perlu diadakan latihan-latihan intensif atau kursus singkat. Selain itu jalur perguruan tinggi perlu digandeng pula. Koperasi perlu mengadakan kerja sama dengan kalangan perguruan tinggi.

3. Sektor modal dan lingkungan
Selama ini koperasi dianaktirikan dalam perekonomian Indonesia. Lembaga perbankan lebih mengutamakan pengucuran kredit untuk para konglomerat. Kolusi dan korupsi yang dilakukan sektor perbankan dan konglomerat menyebabkan sempitnya alokasi kredit untuk koperasi. Penyalahgunaan uang Negara tersebut telah menyebabkan terjadinya konsentrasi penyaluran modal kepada segelintir perusahaan konglomerat. Hal ini makin mempersempit kesempatan koperasi untuk memperoleh modal dari perbankan. Sekarang pemerintah harus mengalihkan perhatian pada koperasi. Alokasi kredit untuk koperasi harus diperbesar. Koperasi harus dipermudah memperoleh pinjaman modal dari bank. Dengan cara demikian koperasi akan berusaha mengejar ketertinggalannya untuk mengurangi makin tajamnnya kesenjangan perekonomian Indonesia. .

Maka sekali lagi koperasi bisa maju kalau organizernya diperkuat. Karena yang namanya perubahan itu sekarang ini begitu cepatnya. Kalau kita tidak segera mengikuti perubahan itu, maka akan tergilas oleh yang lain. Bila dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi”, menurut Michael Hammer dan James Champy menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3 C, yaitu customer, competition dan change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan. Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi, karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif, justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul di permukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa kelihatan (eksplisit), misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

Sang primadona perekonomian yang kian ditinggalkan ini harus berbenah diri, jika hendak bersaing dengan dunia global. KOPERASI, namanya kini kian tenggelam ditengah persaingan bisnis para pengusaha besar. Akan tetapi kehadirannya juga kian dirindukan oleh sebagian dari masyarakat Indonesia mengharapkan koperasi yang sebagai cikal bakal berkembangnya perekonomian Indonesia ini semakin berkembang dan mampu kian bersaing dengan dunia global.

Yang menentukan ketika menghadapi persaingan global dalam pengembangan eksistensi koperasi ialah dengan kondisi krisis proses konsolidasi Gerakan Koperasi. Dalam rangka ini pun peran gerakan koperasi harus terus dimantapkan un¬tuk menghadapi dinamika perekonomian global. Dengan koperasi dan produk-produk UMKM dapat diapresiasi dengan adil. Selama ini proses globalisasi hanya mengeksploitasi profit sebesar-besarnya. Berbeda dengan kapitalisme, koperasi lebih menjunjung tinggi kebersamaan karena misinya menyejahterakan anggotanya. Kemungkinan besar produk-produk lokal dapat ikut terangkat ke permukaan tanpa selalu pesimistis dengan kekalahannya terhadap produk luar negeri. Pemerintah harus segera bertindak dan membangkitkan lagi koperasi, lembaga yang dapat menyesuaikan diri pada lokalitas Indonesia dan berpihak pada rakyat kecil.

Selain pemerintah, masyarakat juga perlu dalam mewujudkan koperasi sebagai landasan dalam era globalasasi dewasa ini. Tapi pemerintahlah yang mempunyai andil besar dalam memajukan koperasi karena Indonesia harus mensejahterakan rakyatnya dan berkewajiban mendukung penuh UKM dan koperasi di Indonesia. Koperasi bisa membuat masyarakat sejahtera dengan kegunaan antara lain bantuan sosial, penguatan modal, kredit KUR, dana bergulir, pelatihan, kewirausahaan, pameran dan sebagainya, yang telah banyak memberikan peluang dan kemudahan kepada rakyat. Setiap daerah dan masyarakat seharusnya memiliki rasa percaya diri bahwa melalui organisasi koperasi, kegiatan ekonomi kooperatif dapat diperhitungkan keandalan kekuatannya dalam perekonomian global.

Sementara itu, koperasi juga harus mereformasi diri dengan meninggalkan sifat-sifat yang tidak kooperatif, dan kembali kepada koperasi yang mengutamakan kepentingan anggotanya dalam arti yang sebenarnya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan koperasi untuk menghadapi globalisasi antara lain:
1. Pemberdayaan Anggota Koperasi
Hal ini sangatlah penting karena dengan pemberdayaan, masyarakatdapat lebih siap dalam menghadapi segala rintangan terutama dalam era globalisasi yang menghadirkan persaingan yang sangat ketat. Diharapkan dengan pembekealan yang dimiliki anggota lebih mamapu lagi dalam mengahadapi persaingan.

2. Pelatihan dan Pendidikan bagi Pengurus Koperaasi
Kita ketahui banyak koperasi yang tidak dapat berkembang karena Pengurus yang bukan di ahlinya, dan tidak mengerti tentang koperasi dan ekonomi. Karena sebagian koperasi terletak di daerah-daaerah sehinga kurang mendapat pelatihan tentang koperasi.


3. Teknologi
Pemanfaatan teknologi saangatlah penting di era globalisasi ini agar dapat lebih bersaing contohnya adalah mesin untuk bidang pertanian tradisional, karena masih banyak anggota yang masih belum memanfaatkan teknologi. Hal itu disebeab kan masih ada di daerah, Internet juga sangat penting untuk medapatkan informasi dari dunia luar dengan cepat.

4. Pemerintah ikut ambil bagian dalam mengembangkan koperasi
Pemerintah harus membantu dana dalam mengembangkan koperasi, tetapi tidak hanya memberikan dana saja pemerintah harus mengontrol pengguanaan dana tersebut. Selain itu kebijakan yang di keluarkan pemerintah harus pro rakyat (koperasi) jangan menguntungkan pihak luar.

5. Inovasi
Koperasi yang sekarang dengan yang dulu kurang memiliki perkembangan yang pesat, hal itu sangat terasa karena koperasi kurang berani mengambil perubahan. Perubahan atau inovasi yang bersifat positif sangatlah penting, agar koperasi kembali bangkit, yang terpenting adalah tetap berada di dalam koridor koperasi.

6. Koperasi Mau Bekerjasama Dengan Perusahaan atau organisasi
Sangat penting sekali menjalin hubungan dengan pihak luar karena kita dapat memberdayakan anggota sehingga bisa menjalankan hubungan bisnis antara anggota dan Peihak luar, dengan kata lain koperasi sebagai penghubung

Setiap produk dan kegiatan usaha koperasi tentunya mendasarkan pada “persetujuan anggota”. Ini berarti bahwa koperasi tidak mencari keuntungan, kecuali hanya anggota yang mencari “benefit” lebih besar dengan bantuan organisasi koperasi. Koperasi berperan serta untuk mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur dalam tata perekonomian nasional. Koperasi di Indonesia akan selalu berhadapan dengan ekonomi liberal tetapi koperasi mempunyai anggota-anggota yang menyumbangkan nilai-nilai koperasi itu sendiri. menghadapi tantangan globalisasi, koperasi percaya bahwa semua orang dapat dan seharusnya berupaya keras mengendalikan nasibnya sendiri. Artinya, harus mampu menolong diri sendiri. Menghadapi tantangan globalisasi, koperasi mestinya harus mampu memberikan kedudukan dan pelayanan kepada anggota atas dasar persamaan. Dari persamaan, timbul rasa kebersamaan dalam hidup berkoperasi, baik dalam penggunaan hak, kewajiban dan tanggung jawab.


Sumber:
- surya.co.id , adopkop.com
- http://imadeadyanta.blogspot.com/2011/10/bagaimana-koperasi-dalam-menghadapi-era.html
- www.majalahkoperasi.com
- http://tienivie.wordpress.com/2010/11/02/globalisasi-koperasi/
- http://kennysiikebby.wordpress.com/2010/11/01/koperasi-indonesia-dalam-menghadapi-globalisasi/
- http://danielmichaelsinambela.blogspot.com/2010/11/bagaimana-cara-koperasi-mengahadapi.html

Senin, 12 Desember 2011

KOPERASI BERDASARKAN SISTEM PEREKONOMIAN

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Ada beberapa koperasi yang berdasarkan sistem perekonomian diantaranya adalah sebagai berikut :
A. Sistem Kapitalis
Pemikiran-pemikiran liberalisme, rasionalisme, materialisme, dan humanisme menjadi dasar Sistem Ekonomi Kapitalis. Pemikiran liberalisme meletakkan kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa peranan rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan. Materialisme adalah paham yang menyatakan bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba, didengar, dan dirasa. Sementara itu humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi manusia yang penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan manusia sehingga tidak perlu dipikirkan
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis adalah adanya penjaminan atas hak milik perseorangan, mementingkan diri sendiri (self interest), pemberian kebebasan penuh, persaingan bebas (free competition), harga sebagai penentu (price system), dan peran negara minimal. Tiga poin dasar ekonomi kapitalis neo-Liberal dalam multilateral adalah: pasar bebas dalam barang dan jasa; perputaran modal yang bebas; dan kebebasan investasi. Sejak itu Kredo neo-Liberal telah memenuhi pola pikir para ekonom di negara-negara tersebut. Kini para ekonom selalu memakai pikiran yang standar dari neo-Liberal, yaitu deregulasi, liberalisasi, privatisasi dan segala jampi-jampi lainnya.
Poin-poin pokok neo-Liberal adalah meliputi aturan pasar. memotong pengeluaran publik dalam hal pelayanan sosial, deregulasi, privatisasi BUMN, dan menghapus konsep barang-barang publik (public goods) atau komunitas. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program di Bank Dunia dan IMF ini, maka program neo-Liberal, mengambil bentuk sebagai berikut:

Paket kebijakan Structural Adjustment (Penyesuaian Struktural), terdiri dari komponen- komponen:
Liberalisasi impor dan pelaksanaan aliran uang yang bebas.
Devaluasi.
Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga public utilities, dan penekanan untuk tidak menaikkan upah dan gaji.
Paket kebijakan deregulasi, yaitu:
intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan karena dianggap telah mendistorsi pasar;
privatisasi yang seluas-luasnya dalam ekonomi sehingga mencakup bidang-bidang yang selama ini dikuasai negara;
liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi termasuk penghapusan segala jenis proteksi;
memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas dan longgar.
Paket kebijakan yang direkomendasikan kepada beberapa negara Asia dalam menghadapi krisis ekonomi akibat anjloknya nilai tukar mata uang terhadap dollar AS, yang merupakan gabungan dua paket di atas ditambah tuntutan-tuntutan spesifik di sana-sini.


Ø Globalisasi Ekonomi dan Kapitalisme Global
Rangkuman

Dalam pengertian umum, Davies dan Nyland (dalam Hamid, 2005:8) menemukan paling tidak lima pengertian globalisasi tersebut, yaitu (1) internasionalisasi; (2) liberalisasi; (3) universalisasi (universalization); (4) Westernisasi (westernization) atau modernisasi; (5) suprateritorialitas (supraterritoriality), yang mengandung makna bahwa “ruang sosial tidak lagi dipetakan atas dasar tempat, jarak, dan batas-batas wilayah”. Secara lebih sempit yang mengaitkannya dengan ekonomi, Pieterse (2001:1) mendefinisikan globalisasi sebagai proses percepatan untuk menyatukan (interneshing) dunia dalam bidang ekonomi.
Globalisasi di era kolonial diarahkan untuk memenuhi kebutuhan negara yang sudah lebih dulu maju dengan mengeksploitasi negara atau daerah yang masih terbelakang. Sejak era tahun 1860-an dan 1870-an perdagangan dunia mengalami puncaknya (booming) dan dianggap sebagai ‘golden era’ perdagangan dunia walaupun itu hanya bertumpu pada hubungan yang lebih menguntungkan negara-negara Eropa. Kekayaan dari negara-negara terjajah mengalir ke Perancis, Inggris, Belanda, dan Spanyol, dan sebagian dari kekayaan itu kembali diinvestasikan ke negara jajahan dalam bentuk jalan kereta api, jalan raya, pelabuhan, bendungan irigasi, dan kota-kota. Sebagai gambaran, transfer modal dari negara Utara (kaya) ke negara Selatan (miskin) Tahun 1890-an secara aktual jauh lebih besar dibandingkan akhir tahun 1990-an (Elwood, 2001: 14).
Globalisasi ekonomi lebih berpihak dan menguntungkan negara-negara maju, yang tingkat industrialisasinya sudah mapan, dan menghasilkan berbagai barang manufaktur yang diekspor ke negara sedang berkembang. Dengan terbukanya pasar di negara-negara lain, semakin mudah barang-barang manufaktur dari negara industri tersebut masuk ke pasar global, yang mengalirkan kembali devisa yang diperoleh negara-negara berkembang dari ekspornya yang umumnya barang primer atau manufaktur yang sederhana. Dalam transaksi demikian, tidak mengherankan jika nilai tukar produk yang diekspor negara sedang berkembang terus merosot.
Globalisasi perdagangan bagi negara sedang berkembang telah memerosotkan nilai tukar ekspornya terhadap impor barang-barang manufaktur yang dibutuhkannya. Bahkan, kemerosotan nilai tukar ini cenderung semakin parah dan menyebabkan perpindahan sumber daya riil yang diakibatkan oleh hilangnya potensi pendapatan atas ekspornya sebagai akibat kemerosotan nilai tukar. Berdasarkan kenyataan demikian Stiglitz (2002: x) meminta agar pelaksanaan globalisasi, termasuk berbagai agreement mengenai perdagangan dikaji ulang dan dipertimbangkan kembali secara radikal.
B. SISTEM EKONOMI SOSIALIS

Ø Sosialisme muncul karena adanya eksploitasi kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas bawah, penghisapan manusia atas manusia lain yang menyebabkan alienasi, keterasingan seseorang dari apa yang telah dibuat oleh tangannya sendiri. Hukum persaingan menuntut adanya peningkatan produktivitas secara terus-menerus. Artinya, biaya produksi perlu ditekan serendah mungkin sehingga hasilnya dapat dijual semurah mungkin dan dengan demikian menang terhadap hasil produksi saingan. Dengan demikian, lambat-laun semua bentuk usaha yang diarahkan secara tidak murni ke keuntungan akan kalah. Dan itu berarti bahwa hanya usaha-usaha besar yang dapat survive. Toko-toko dan perusahaan-perusahaan kecil tidak dapat menyaingi efisiensi kerja usaha-usaha besar. Lama-kelamaan semua bidang produksi maupun pelayanan dijalankan secara kapitalistik. Yang akhirnya tinggal dua kelas sosial saja; para pemilik modal yang jumlahnya sedikit dan modalnya amat besar, dan kelas buruh yang jumlahnya banyak dan tak punya apa-apa.
Kelas buruh menjadi semakin sadar akan situasinya, akan eksploitasi yang mereka derita, akan kesamaan situasi mereka sebagai kelas proletariat. Mereka berhadapan dengan kaum kapitalis, kemudian kaum buruh mengorganisasikan diri dalam serikat-serikat buruh. Dengan demikian perjuangan proletarian semakin efektif. Solidaritas antara mereka semakin besar. Menurut Marx, kaum kapitalis yang memproduksi kelas proletar yang akan menghancurkan kapitalis sendiri, yakni ledakan revolusioner oleh kaum proletar yang tak dapat dihindari.
Dalam Sistem Ekonomi Sosialis, pemerintah sangat berperan untuk menentukan jalannya perekonomian, atau umum dikenal sebagai perencanaan terpusat atau centralized planning sehingga hak milik dan inisiatif ekonomis individu kurang mendapat tempat yang layak. Di samping itu, negara adalah pelayan rakyat. Negara harus membuat undang-undang untuk melindungi kepemilikan bersama seluruh masyarakat atas alat-alat produksi. Di samping itu negara harus melaksanakan kebijakan politik yang melindungi dan menguntungkan kaum pekerja.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis adalah:

Negara sangat berkuasa dalam pemilikan bersama (kolektivitas) semua faktor produksi.
Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs).
Perencanaan ekonomi (economic planning).

Kelebihan dari sistem ekonomi sentralistik adalah ia bisa membuat perencanaan tertentu secara mudah. Negara atau pemerintah dapat menentukan arah perekonomiannya secara keseluruhan. Perencanaan makroekonomi yang bisa mengatur tingkat konsumsi dan investasi serta pengadaan barang-barang kolektif (barang publik) dan barang-barang konsumen akan lebih mudah dirumuskan dan diawasi. Model perencanaan sentralistik menekankan pentingnya pengetahuan mengenai faktor-faktor teknologi atas pengelolaan perekonomian secara keseluruhan sesuai dengan tujuan atau kehendak lembaga perencana pusat.
Kelemahan sistem ekonomi sentralistik terletak pada kecenderungan inefisiensi yang sangat besar atas pelaksanaan fungsi alokasi, terutama alokasi terhadap aneka barang atau produk konsumen dan alokasi permodalan. Meskipun lembaga pusat itu pada prinsipnya dapat, secara efisien, memberlakukan harga-harga bayangan dan rasio-rasio pertukaran antara berbagai jenis sumber daya atau faktor-faktor produksi, kemungkinan praktik pelaksanaan dari mekanisme semacam itu masih sangat diragukan. Pengawasan harga dan penerapannya sebagai alat atau instrumen untuk menentukan keputusan-keputusan ekonomi dari para konsumen dan produsen ternyata lebih cenderung mengakibatkan inefisiensi, baik dalam konsumsi maupun dalam produksi.
Ø Sistem Ekonomi Sosialis-Pasar

Konsepsi teori ekonomi pasar sosial mengacu pada pemikiran liberal klasik dengan sedikit perubahan. Pemikiran ini dibangun sejak tahun 1940-an, terutama melalui aliran pemikiran kelompok Freiburg. Dua pemikir utama kelompok ini adalah Walter Eucken dan Andreas Muller-Armack, yang menamainya Ekonomi Pasar Sosial. Dalam pemikiran ini aspek yang diperhatikan bukan hanya persoalan ekonomi semata, namun juga persoalan kebebasan dan keadilan sosial. Menurut Muller-Armack tanggung jawab memerlukan kebebasan sebagai kondisi yang penting bagi seseorang/individu untuk memilih tanggung-jawab di antara pilihan yang berbeda.
Konsep ekonomi pasar liberal memiliki tiga elemen prinsip yang utama:

Prinsip Individualitas: yang bertujuan pada ideal liberal bagi kebebasan individu.
Prinsip Solidaritas: Mengacu pada ide setiap individu manusia terlekat dengan masyarakat yang saling tergantung sama lain dengan tujuan menghapus ketidakadilan.
Prinsip Subsidiaritas: yang berarti sebuah tugas institusional yang bertujuan menajamkan hubungan antara individualitas dan solidaritas. Aturan tersebut harus memberikan jaminan hak individu dan menempatkannya sebagai prioritas utama, yang berarti apa yang mampu dilakukan oleh individu harus dilakukan oleh individu dan bukan oleh negara.

Tujuan lain yang ingin dicapai oleh ekonomi pasar sosial adalah menciptakan dan membangun tatanan ekonomi yang dapat diterima oleh berbagai ideologi sehingga berbagai kekuatan di dalam masyarakat dapat terfokus pada tugas bersama menjamin kondisi kehidupan dasar dan membangun kembali perekonomian. Inilah sebabnya kita dapat melihat bahwa ekonomi pasar sosial merupakan kompromi pada masa-masa awal pemerintahan Federal Republik Jerman. Selain ini kekuatan permintaan dan penawaran ia juga didorong oleh konsep moral yang kuat.
Semua model sosialisme pasar mengasumsikan keberadaan suatu lembaga koordinasi namun ruang lingkup kerjanya dan pengaruh atau kekuatannya tidak sama pada suatu model dibandingkan dengan yang diuraikan dalam model-model lainnya. Oleh karena lembaga tersebut diserahi tanggung jawab untuk menciptakan aplikasi yang efisien maka operasinya sukar dibatasi mengingat tanggung jawab seberat itu harus diimbang dengan wewenang yang sangat luas.

Ekonomi Pancasila (Ekonomi Indonesia dengan moral Pancasila) :

Dalam hal Pancasila sebagai suatu pandangan hidup maka sila-silanya merupakan sudut-sudut pandang atau aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
1). Ketuhanan Yang Maha Esa; merupakan aspek spiritual,
2). Kemanusiaan yang adil dan beradab; merupakan aspek kultural,
3). Persatuan Indonesia; merupakan aspek politikal,
4). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; merupakan aspek sosial,
5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; merupakan aspek ekonomikal.
Kelima sila tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri melainkan tersusun secara hirarkis dan berjenjang yaitu sila pertama meliputi sila kedua, sila kedua meliputi sila ketiga, sila ketiga meliputi sila keempat dan sila keempat meliputi sila kelima. Atau sebaliknya dapat dikatakan sila kelima merupakan derivasi sila keempat, sila keempat merupakan derivasi sila ketiga, sila ketiga merupakan derivasi sila kedua dan sila kedua merupakan derivasi sila pertama (Prof. Dr. Notonegoro).
Dengan demikian maka ekonomi Pancasila telah mengandung seluruh nilai-nilai moral Pancasila dan mengacu pada seluruh aspek kehidupan sila-sila dari Pancasila.
Sesuai gambar grafis superposisi pembagian kekuasaan antara negara dan rakyat tersebut diatas, maka ekonomi Pancasila mewujud dan terdiri atas 3 (tiga) pilar sub sistem, yaitu :
(1). pilar ekonomi negara yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan tugas negara dengan pemerintahan yang bersih dan berwibawa, (negara kuat), dengan tugas pokok antara lain untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
(2). pilar ekonomi rakyat yang berbentuk koperasi (sharing antara negara dan rakyat) dan berfungsi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, (home front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kehidupan layak bagi seluruh anggotanya.
(3). pilar ekonomi swasta yang berfungsi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia (battle front kuat), dengan tugas pokok mewujudkan kemajuan usaha swasta yang memiliki daya kompetisi tinggi di dunia internasional.
Pengertian kompetisi dalam moral Pancasila bukan dan tidak sama dengan free fight competition a la barat yang di dalamnya mengandung cara-cara yang boleh merugikan fihak lain (tujuan menghalalkan cara).
Hubungan dagang dalam sistem ekonomi Pancasila harus tetap dalam kerangka untuk menjalin tali silaturahmi yang selalu bernuansa saling kasih sayang dan saling menguntungkan, menghindarkan kemuspraan (kesia-siaan).
Pola pengelolaan dari masing-masing pilar ekonomi tersebut berbeda dan membutuhkan kemampuan para pelaksana secara profesional agar hasilnya menjadi optimal sesuai dengan kebutuhan, tetapi tetap mendasarkan kerjanya pada prinsip efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja pada masing-masing pilar. Masing-masing pilar mempunyai pangsa pasar sendiri-sendiri meskipun tidak tertutup kemungkinan untuk saling kerjasama dan saling bantu tanpa merugikan salah satu fihak.

Ø Koperasi Indonesia :
Berbeda dengan koperasi pada umumnya, maka koperasi yang dimaksud oleh Pancasila dan UUD 45, sesuai gambar grafis superposisi tersebut diatas adalah merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu Masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara.
Pada dasarnya rakyat Indonesia memang bukan “homo ekonomikus” melainkan lebih bersifat “homo societas”, lebih mementingkan hubungan antar manusia ketimbang kepentingan materi/ekonomi (Jawa: Tuna sathak bathi sanak), contoh : membangun rumah penduduk dengan sistim gotong-royong (sambatan). Akibatnya di dalam sistem ekonomi liberal orang asli Indonesia menjadi termarginalkan tidak ikut dalam gerak operasional mainstream sistem ekonomi liberal yang menguasai sumber kesejahteraan ekonomi sehingga sampai kapanpun rakyat Indonesia tidak akan mengenyam kesejahteraan.
Oleh karena itu sistem ekonomi yang cocok bagi masyarakat Indonesia adalah sistem ekonomi tertutup yang bersifat kekeluargaan atau ekonomi rumah tangga, yaitu bangun koperasi yang menguasai seluruh proses ekonomi dari hulu hingga hilir, dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.
Dengan demikian maka koperasi betul-betul menguasai sumber kesejahteraan/rejeki dari sistem ekonomi itu dan dapat mendistribusikannya secara adil dan merata kepada seluruh anggotanya tanpa kecuali, tetapi sangat dipersyaratkan bahwa sistem pengeloaannya haruslah benar dan tertib tanpa kecurangan.

http://pustaka.ut.ac.id/website/index.php?option=com_content&view=article&id=83:espa4318-sistem-ekonomi&Itemid=73&catid=28:fekon
http://ardipriyana.wordpress.com/2011/10/07/tugas-softskill-ekonomi-koperasi/
http://www.ekonomirakyat.org/edisi_16/artikel_6.htm

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUMBER DAYA MANUSIA

Menurut Baron & Byrne (1994) ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:
1. Faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja.
2. Faktor individual atau karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua predictor penting terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain.
Hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal.
Pendekatan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: gaji,kondisi kerja, mutu pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian.
Pendapat yang lain dikemukan oleh Ghiselli dan Brown, mengemukakan adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a. Kedudukan (posisi)
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
b. Pangkat (golongan)
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.
c. Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d. Jaminan finansial dan jaminan social
Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
e. Mutu pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging).
Sedangkan Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut :
a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan.
b. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan.
c. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. As’ad
Berbeda dengan pendapat Blum ada pendapat lain dari Gilmer (1966) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:
a. Kesempatan untuk maju
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
b. Keamanan kerja
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
c. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Perusahaan dan manajemen
Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan (Supervise)
Bagi karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan
Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
g. Kondisi kerja
Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan
Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
i. Komunikasi
Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
j. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Penelitian yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) menemukan bahwa hal-hal yang menyebabkan rasa puas adalah:
1. Prestasi
2. Penghargaan
3. Kenaikan jabatan
4. Pujian.
Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah:
1. Kebijaksanaan perusahaan
2. Supervisor
3. Kondisi kerja
4. Gaji

Berdasarkan indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan bahwa tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari padanya.

Sumber: http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/04/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.htm

Jumat, 07 Oktober 2011

Koperasi, BUMN dan BUMS

Koperasi
Koperasi adalah perkumpulan yang memberi kebebasan keluar masuk sebagai anggota dan bertujuan untuk dapat meningkatkan kebutuhan materi dana anggotanya. Sedangkan koperasi Indonesia menurut UU No. 12 Tahun 1967 adalah organisasi otonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip- prrinsip koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Badan Usaha Milik Swasta
Badan Usaha Milik Swasta atau BUMS adalah badan usaha yang didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33, bidang- bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.

Badan Usaha Milik Negara
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.

Koperasi dibandingkan dengan BUMN dan BUMS
Koperasi tidak semaju BUMN dan BUMS dikarenakan lingkupnya yang kecil hanya berfokus pada anggotanya saja, Walaupun sebenarnya sekarang ini koperasi telah sedikit melebarkan sayapnya dan membentuk bank koperasi yaitu bank Bukopin. Sesuai dengan jiwa pasal 33 UUD 1945, ketiga pelaku ekonomi tersebut dalam menjalankan kegiatan ekonominya supaya mendasarkan diri pada semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Oleh karena itu, ketiga sektor itu dapat diharapkan saling bekerja sama dan menghidupi sehingga pada akhirnya dapat dicapai kedudukan yang telatif proporsional. Dan juga sebagai wujud demokrasi berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kerja sama antara koperasi, usaha negara dan usaha swasta perlu lebih ditingkatkan dan dikembangkan. Badan usaha yang sudah berkembang dan berhasil harus didorong untuk membantu usaha ekonomi yang belum maju dalam meningkatkan kemampuan usaha ekonominya. Untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarka Pancasila, perkembangan perekonomian nasional harus ditata, disusun, dan bukannya dibiarkan dengan tersusun sendiri. Tata hubungan dan kerja sama serta kemitraan usaha antara berbagai unsur ekonomi nasional terutama antara pengusaha kuat dan lemah haruslah terus dibina dan dijalin dalam suasana salaing membantu dan saling menguntungkan, sebagai suatu perwujudan kesatuan kekuatan ekonomi nasional yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan kebersamaan sesuai dengan demokrasi ekonomi berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.


Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
http://www.scribd.com/doc/61931990/Peranan-Tiga-Sektor-Formal-Bumn-Bums-Dan-Koperasi
http://www.slideshare.net/mangabdul/badan-usaha-milik-swasta
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara